PENGELOLAAN AIR TERCEMAR MENGGUNAKAN SISTEM
TERINTEGRASI DALAM CONSTRUCTED WETLAND
Aktifitas dan kebutuhan manusia semakin meningkat
seiring dengan pertumbuhan populasi manusia. Kebutuhan akan pangan, sandang,
dan papan tentunya menjadi kebutuhan primer yang harus dipenuhi, jika tidak
maka manusia tidak dikatakan sejahtera. Pemenuhan kebutuhan tersebut tentunya
mendorong usaha manusia dalam mengembangkan teknologi, baik dari sektor pertanian,
industri, dan sektor lainnya. Akan tetapi, pengembangan sektor industri dewasa
ini telah menyebabkan dampak negatif berupa krisis lingkungan dan energi.
Sebagai contoh industri tekstil menyumbang peranan dalam pencemaran air sungai
di Kecamatan Rancaekek, Sumedang, Jawa Barat. Belum lagi industri pertambangan
yang menyebabkan kerusakan lingkungan
seperti perubahan rona lingkungan, pencemaran badan perairan dan udara.
Air yang tercemar tentu tidak dapat dimanfaatkan
sebagai air minum dan penggunaan-penggunaan lainnya karena berdampak buruk bagi
lingkungan dan kesehatan manusia. Oleh karena itu, air tercemar harus dikelola
agar dapat dimanfaatkan kembali serta tidak berdampak negatif bagi makhluk
hidup. Pendekatan terbaru dalam pengelolaan air tercemar salah satunya dapat
menggunakan sistem terintegrasi yaitu sistem constructed wetland. Constructed
wetland adalah susatu sistem yang terdiri dari wadah penampung limbah yang
dirancang mengandung air, substrat, dan umumnya tanaman. Komponen lain dalam
constructed wetland tersebut berupa mikroba dan invertebrata air yang hidup
secara alami (Davis, 1995).
Reaktor Constructed Wetland skala Laboratorium
dalam Remediasi
Air Asam Tambang (Putra, 2014)
Air Asam Tambang (Putra, 2014)
Reaktor constructed wetland akan menginkubasi air
tercemar dan memperbaikinya dengan mekanisme biologis dan kimia. Sebagai
contoh, air tercemar seperti air asam tambang memiliki karakteristik pH yang
sangat masam berkisar 2,0-3,0, kandungan sulfat dan logam Fe dan Mn yang sangat
tinggi. Karakteristik tersebut dapat menyebabkan penurunan produktivitas
biologis dalam sistem aquatik serta membatasi keberhasilan revegatasi lahan
pascatambang. Pada percobaan yang saya lakukan, Air asam tambang yang dialirkan pada reaktor constructed wetland dengan
perlakuan kompos dan inokulasi bakteri pereduksi sulfat menghasilkan
peningkatan pH air terbaik dalam kurun waktu 7 hari. Sedangkan pemberian serbuk
gergaji menghasilkan penurunan kandungan sulfat dan Fe tertinggi (Putra, 2014).
Mekanisme di dalam
sistem constructed wetland yang terdiri dari bakteri pereduksi sulfat, substrat
organik dan tanaman berperan penting dalam meremediasi air asam tambang. Bakteri pereduksi sulfat akan mereduksi
sulfat menjadi sulfida (H2S) dalam kondisi reduktif. Reaksi tersebut
berlangsung dengan baik apabila di dalam tanah terkandung bahan organik yang
tinggi (Munawar, 2011). Selain itu, bakteri pereduksi sulfat menghasilkan ion bikarbonat (HCO3-) yang dapat
mengurangi keasaman larutan (Papirio et
al., 2013). Bahan organik memiliki kemampuan berinteraksi dengan ion-ion
logam dengan membentuk kompleks bahan organik – logam sehingga dapat mengurangi
toksisitas logam pada tanah. Tanaman akar wangi yang digunakan dalam penelitian
berperan sebagai tanaman fitoremediator karena dapat mengakumulasi logam pada
bagian akarnya.
Sistem Construted Wetland (Putra and Siregar,
2014)
Constructed wetland menjadi
salah satu solusi dalam menyelesaikan permasalahan pengelolaan air tercemar.
Tentunya diperlukan penelitian lebih mendalam mengenai formulasi sistem yang
efektif dan efisien dalam pengelolaan air tercemar. Semoga tulisan ini dapat
menginspirasi dan bermanfaat bagi pembaca, jika terdapat kekeliruan mohon
dimaklumi. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan
ini yaitu Dosen Pembimbing Dr. Pujawati Suryatman dan Apong Sandrawati,
S.P., M.Si., partner penelitian Alex dan pendesign gambar saudara Pitty.