Rabu, 17 September 2014

MANAGEMENT OF WASTE WATER USE INTEGRATED SYSTEM IN CONSTRUCTED WETLAND

PENGELOLAAN AIR TERCEMAR MENGGUNAKAN SISTEM TERINTEGRASI DALAM CONSTRUCTED WETLAND


Ikrar Nusantara Putra. 2014.


Aktifitas dan kebutuhan manusia semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi manusia. Kebutuhan akan pangan, sandang, dan papan tentunya menjadi kebutuhan primer yang harus dipenuhi, jika tidak maka manusia tidak dikatakan sejahtera. Pemenuhan kebutuhan tersebut tentunya mendorong usaha manusia dalam mengembangkan teknologi, baik dari sektor pertanian, industri, dan sektor lainnya. Akan tetapi, pengembangan sektor industri dewasa ini telah menyebabkan dampak negatif berupa krisis lingkungan dan energi. Sebagai contoh industri tekstil menyumbang peranan dalam pencemaran air sungai di Kecamatan Rancaekek, Sumedang, Jawa Barat. Belum lagi industri pertambangan yang menyebabkan kerusakan lingkungan  seperti perubahan rona lingkungan, pencemaran badan perairan dan udara.

Air yang tercemar tentu tidak dapat dimanfaatkan sebagai air minum dan penggunaan-penggunaan lainnya karena berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Oleh karena itu, air tercemar harus dikelola agar dapat dimanfaatkan kembali serta tidak berdampak negatif bagi makhluk hidup. Pendekatan terbaru dalam pengelolaan air tercemar salah satunya dapat menggunakan sistem terintegrasi yaitu sistem constructed wetland. Constructed wetland adalah susatu sistem yang terdiri dari wadah penampung limbah yang dirancang mengandung air, substrat, dan umumnya tanaman. Komponen lain dalam constructed wetland tersebut berupa mikroba dan invertebrata air yang hidup secara alami (Davis, 1995).


Reaktor Constructed Wetland skala Laboratorium dalam Remediasi
Air Asam Tambang (Putra, 2014)

Reaktor constructed wetland akan menginkubasi air tercemar dan memperbaikinya dengan mekanisme biologis dan kimia. Sebagai contoh, air tercemar seperti air asam tambang memiliki karakteristik pH yang sangat masam berkisar 2,0-3,0, kandungan sulfat dan logam Fe dan Mn yang sangat tinggi. Karakteristik tersebut dapat menyebabkan penurunan produktivitas biologis dalam sistem aquatik serta membatasi keberhasilan revegatasi lahan pascatambang. Pada percobaan yang saya lakukan, Air asam tambang yang dialirkan pada reaktor constructed wetland dengan perlakuan kompos dan inokulasi bakteri pereduksi sulfat menghasilkan peningkatan pH air terbaik dalam kurun waktu 7 hari. Sedangkan pemberian serbuk gergaji menghasilkan penurunan kandungan sulfat dan Fe tertinggi (Putra, 2014).

        Mekanisme di dalam sistem constructed wetland yang terdiri dari bakteri pereduksi sulfat, substrat organik dan tanaman berperan penting dalam meremediasi air asam tambang. Bakteri pereduksi sulfat akan mereduksi sulfat menjadi sulfida (H2S) dalam kondisi reduktif. Reaksi tersebut berlangsung dengan baik apabila di dalam tanah terkandung bahan organik yang tinggi (Munawar, 2011). Selain itu, bakteri pereduksi sulfat menghasilkan ion bikarbonat  (HCO3-) yang dapat mengurangi keasaman larutan (Papirio et al., 2013). Bahan organik memiliki kemampuan berinteraksi dengan ion-ion logam dengan membentuk kompleks bahan organik – logam sehingga dapat mengurangi toksisitas logam pada tanah. Tanaman akar wangi yang digunakan dalam penelitian berperan sebagai tanaman fitoremediator karena dapat mengakumulasi logam pada bagian akarnya.


Sistem Construted Wetland (Putra and Siregar, 2014)
              
          Constructed wetland menjadi salah satu solusi dalam menyelesaikan permasalahan pengelolaan air tercemar. Tentunya diperlukan penelitian lebih mendalam mengenai formulasi sistem yang efektif dan efisien dalam pengelolaan air tercemar. Semoga tulisan ini dapat menginspirasi dan bermanfaat bagi pembaca, jika terdapat kekeliruan mohon dimaklumi. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini yaitu Dosen Pembimbing Dr. Pujawati Suryatman dan Apong Sandrawati, S.P., M.Si., partner penelitian Alex dan pendesign gambar saudara Pitty.